Tidak terasa konflik Aku dan Fana sudah menginjak periode satu semester, atau sekitar 6 bulan, namun nampaknya di suatu hari yang hujan di bulan Desember menemukan titik terang, sangat unexpected memang, tapi yah...aku pun tidak tau bagaimana ini bisa terjadi.
![]() |
Nasi Goreng Bersalut Telur khas Cafe milik si Fana |
Singkat cerita waktu itu aku mendapat kabar dari teman kalau si dia membuka sebuah cafe disuatu sudut ramai kota yang kini aku tempati, karena berhubung aku pecinta makanan dan temanku sangat meyakinkanku untuk mencobanya jadi, oke, selepas dari luar kota aku pun langsung kebut ke cafe yang dia buka. Mulanya aku datang, sampai didepan cafe tersebut dan memarkir Motor Gajah Lampungku didepannya, namun pada saat itu Fana sang pemilik belum tiba di cafe tersebut untuk pengecekan harian, dan berhubung yang temanku makan adalah Nasi Goreng bersalut Telur Spesial, jadi akhirnya aku memesan item yang sama dengan air putih dingin sebagai minumya, "Nasi Goreng Bersalut Telur satu, dengan...Air Kosong satu, ya..." ujarku kepada sang pelayan dengan bahasa Melayu, "Air Kosong sejuk atau biasa?" tanya sang pelayan itu kembali, "Sejuk ja...", "Oke pakcik, tunggu sekejap ya.." ujar si pelayan itu. Yah...air putih dingin di musim hujan, akan membuat orang yang punya penyakit flu semakin menjadi-jadi bersinnya. Sekitar 10 menit aku menunggu namun belum datang juga, baiklah..mungkin karena masih baru jadi ya..oke..harap maklum.
Sebelumnya dalam anganku selama perjalanan, ketika aku sampai di cafe dan ada si Fana didalam akan terjadi pembicaraan yang alot dan menjurus ke pertengkaran, namun tepat 5 menit sebelum makanan tersaji, semua runtuh seketika. Dari luar terlihat mobil family hitam buatan Jepang terbaru, dan didalamnya menampak sesosok perempuan berhijab yang aku-pun hafal betul dengan mukanya seperti apa, namun satu hal yang mendekatkan aku dengan si pemilik Cafe yang baru datang adalah ketika dia kesulitan keluar dari mobilnya dan aku menyadari kalau motor ku menghalangi jalan keluarnya si pengemudi mobil hitam tersebut, sontak akupun keluar membetulkan motorku, dan akhirnya sesosok perempuan itu berbicara, "Najib...kapan datang? sama siapa?" tanya si Fana kepadaku, "Ah...5 menit yang lampau, seorang saja.." ujarku, "Ah yang benar.." , "Ah...I sirius lah...mana ada aku temberang macam kau, haha...anyway..tahniah ya..you just open a nice place" , "aaah...thankyou..kita bisa macam dulu lagi kah?" , "emmmm...kitorang cakap-cakap didalam ja, mari masuk..". Akhirnya akupun masuk dengan dia kedalam, dan sepanjang jalan menuju kursi aku melihat raut mukanya yang seakan tidak percaya kalau aku ada ditempatnya dan badannya yang gemetaran seakan takut dan menampak pula matanya yang berkaca-kaca terharu.
Kemudian setelah itu dia duduk dihadapanku dan mulailah percakapan, "Kok kamu tau tempat ini?" , "emmm..Diana cakap kalau kau buka Cafe baru...dan dia cakap kalau makanan disini sedap, jadi I cuba lah..." , "Kamu tadi abis dari mana?" , "Dari Kampung..biasa..wawancara dengan responden penelitian" , "Owh...anyway kamu sudah pesan kah? Aku buatin deh spesial buat kamu" , "Alah...tak payah..saya pesan sudah 5 minit yang lampau, tinggal cekik.." , "Wah...pesan apa?" , "Macam si Dia upload ke IG" , "Oh iya ya...aku ambilin ya.." , "Terserah engkau lah" , "Oke sebentar ya.." , "Iya..". Dan dia pergi kebelakang, dan beberapa menit setelahnya akhirnya makananku pun tiba, dan sesuai ucapannya, si Fana pula yang membawakan pesananku, dan bahkan ketika membawakan makanan akupun masih bisa melihat badan, kaki, dan tangannya gemetaran seperti tadi, dan dia menyajikannya dengan senyuman yang jarang kulihat dari yang sudah-sudah.
Selepas itu, aku menyantap menu yang barusan kupesan, cukup enak rasanya, sangat berempah, asin, sedikit pedas, dan manis tercampur menjadi satu ketika kusantap, dan seperti yang tadi, makan pun diisi cerita dan cakap-cakap sedikit, namun yang membuatku ingin terus lama bercakap dengan dia adalah aku ingin tau apa yang sebenarnya terjadi saat konflik dulu 6 bulan yang lalu. "Bisa kau cakap apa yang sebenarnya terjadi dahulu kala?" , "Yang mana?" , "Pasal lampau, pasal kenapa kau mengolok "kamu gak level sama aku", memang kenapa? Betul kalau memang aku tak selevel dengan kau, korang kaya lah, dan I tidak, so that obvious" , "Bukan...bukan...waktu itu aku emosi, kamu baik, akunya aja yang jahat" , "Hmmmm...iyelah tu..habis pasal orang tua yang kau pasang di DP Social Media kau, itu siapa? I thought you're married with that guy" , "No, not yet, itu kan bapakku?" , "Kenapa kau tidak cakap sedari awal? Kalau macam ni kan jadi gaduh friendship kita" , "Ah, sudahlah, lupakan, habiskan makanmu, aku mau ke office dulu ya, nanti aku balik lagi" , "Okay" pungkasku, kemudian dia akupun menghabiskan makan dan minumku sembari menanti si Fana kembali dari kantornya, dan aku juga kala itu lupa kalau si Fana adalah seorang Yatim Piatu dan ayahnya yang sekarang adalah ayah angkat, jadi wajar kalau tidak mirip, dan aku cukup menyesali apa yang aku perbuat dulu.
20 menit sudah aku menanti dia, dan masih belum datang juga, akupun turut berpikir kalau dia sempat menangis di kantor dia karena kedatanganku yang tidak dia duga, tapi aku berfikir positif saja, kemungkinan dia tengah merapihkan berkas-berkas penting di kantornya sehingga makan waktu lama, dan dalam waktu yang cukup lama itu, dia kembali ke meja ku, tapi sebelum itu, aku sempat memesan Teh Tarik, jadi lagi-lagi Fana sang pemilik cafe yang kucinta (mungkin dia tidak cinta ke saya) ini membawa pesanan ku lagi. Dan selama kurang lebih setengah jam lebih lama aku disana, pembicaraan lebih banyak mengarah soal bisnis dan kehidupan yang sekarang, walau sedikit mengungkit masa lalu. Hingga akhirnya waktu menunjukkan pukul 7 malam dan sudah waktunya aku pulang, aku membayar makananku dan pamit pulang ke Fana, "Sering-seringlah datang kemari" itulah kalimat penutup, pertemuan sekaligus rekonsiliasiku dengan si Fana. Akhirnya aku berpamitan dengannya dan pada saat mau pulang itu juga aku melihat senyumnya yang paling cerah dan lebar serta raut wajah yang menampakkan kebahagian, sementara aku, pun juga ikut berlalu dengan haru dan senang menjadi satu dalam perasaanku.